Brandspace.id – Dalam dua dekade terakhir, cara masyarakat menikmati video game telah berubah drastis. Dari kepemilikan fisik seperti cartridge dan disc, kini model distribusi digital dan layanan berlangganan mulai mendominasi.
Salah satu model paling revolusioner di era ini adalah Xbox Game Pass, layanan milik Microsoft yang memungkinkan pemain mengakses ratusan judul game dengan biaya langganan bulanan.
Sejak diluncurkan pada tahun 2017, Game Pass terus berkembang, baik dari segi jumlah game, pengguna, hingga nilai investasinya. Namun, di balik pertumbuhan pesat tersebut, muncul pertanyaan serius di kalangan developer, publisher, dan pengamat industri: Apakah Game Pass justru merusak ekosistem penjualan game tradisional dan menciptakan ketergantungan pasar terhadap satu entitas raksasa?
Apa Itu Game Pass dan Mengapa Revolusioner?
Xbox Game Pass adalah layanan berbasis langganan yang ditawarkan oleh Microsoft untuk platform Xbox dan PC. Dengan biaya sekitar Rp50.000–Rp150.000 per bulan (tergantung regional dan versi), pelanggan dapat mengakses lebih dari 400 game, mulai dari game indie kecil hingga rilis AAA seperti Halo Infinite, Starfield, dan Forza Horizon 5.
Salah satu keunggulan terbesar Game Pass adalah model “day one access”, di mana pengguna bisa langsung memainkan game baru pada hari perilisannya, tanpa membayar harga penuh.
Fitur ini telah menjadi magnet besar yang mendorong jutaan pemain untuk berlangganan, sekaligus menggeser paradigma “bayar penuh untuk satu game” menjadi “akses semua dengan satu biaya.”
Dampak Positif: Aksesibilitas dan Dukungan terhadap Game Indie
Di permukaan, Game Pass membawa sejumlah manfaat bagi pemain dan sebagian developer:
1. Akses Lebih Luas untuk Pemain
Bagi banyak gamer, harga game AAA yang bisa mencapai Rp800.000–Rp1.200.000 adalah hambatan besar. Game Pass menawarkan alternatif murah dengan nilai yang luar biasa. Hal ini memungkinkan lebih banyak orang untuk menjajal berbagai judul, termasuk game yang mungkin tak mereka beli secara penuh.
2. Paparan untuk Game Indie
Bagi developer indie, masuk ke katalog Game Pass berarti mendapatkan eksposur yang lebih luas, potensi pemain yang lebih banyak, dan kadang-kadang juga kompensasi awal dari Microsoft. Banyak game seperti Hades, Celeste, atau Hi-Fi Rush memperoleh perhatian besar karena masuk ke Game Pass.
3. Diversifikasi Pendapatan Developer
Sebagian studio menyatakan bahwa mereka menerima bayaran di muka dari Microsoft untuk mencantumkan game mereka dalam Game Pass, atau mendapatkan pendapatan berdasarkan jumlah unduhan, waktu main, atau model lain. Ini bisa menjadi sumber dana tambahan di luar penjualan langsung.
Namun, manfaat ini tidak berlaku merata, dan efek jangka panjang terhadap struktur industri game lebih kompleks dan mengkhawatirkan.
Efek Negatif: “Kematian” Penjualan Game Tradisional
Di balik berbagai kelebihan yang dipromosikan oleh Microsoft, banyak pengamat industri menyebut Game Pass sebagai “Netflix effect” dalam dunia game—mendorong kenyamanan pengguna, tapi mengorbankan struktur ekonomi kreator.
1. Penurunan Penjualan Game Individu
Menurut laporan dari GDC (Game Developers Conference) dan beberapa developer independen, kehadiran game di Game Pass berkorelasi langsung dengan penurunan penjualan di luar platform tersebut. Pemain yang sebelumnya mungkin akan membeli game secara penuh, kini lebih memilih menunggu game tersebut muncul di layanan langganan.
Contoh nyata terjadi pada game Outriders dan Back 4 Blood. Kedua game tersebut dirilis di Game Pass pada hari pertama, dan ternyata mengalami penjualan fisik dan digital yang lebih rendah dibanding prediksi, meski jumlah pemainnya tinggi. Artinya, banyak gamer “mencoba, bukan membeli.”
2. Ketergantungan Terhadap Microsoft
Model ini juga menciptakan ketergantungan ekonomi bagi banyak studio terhadap Microsoft. Jika sebelumnya publisher bisa mengandalkan penjualan langsung dari berbagai toko digital, kini mereka mungkin lebih memilih “amannya” menerima dana dari Microsoft dengan mengorbankan hak distribusi lebih bebas.
Dalam jangka panjang, ini berpotensi memunculkan bentuk monopoli gaya baru, di mana Microsoft menguasai akses pasar dengan menentukan game mana yang bisa eksis dan mana yang tidak. Ekosistem yang sangat bergantung pada satu distributor besar rawan mengalami ketimpangan kekuasaan.
Developer Mengeluh: Game Hanya Jadi Produk Sekilas
Salah satu dampak terselubung Game Pass adalah menurunnya nilai persepsi game sebagai produk bernilai seni dan ekonomi. Di era pembelian langsung, gamer biasanya memilih game dengan cermat, memainkan secara mendalam, dan menghargai perjalanan bermain.
Namun dengan akses ratusan game instan, terjadi pola “main sebentar, ganti game lain.” Ini menciptakan efek “scrolling fatigue”, di mana gamer hanya mencoba, bukan menikmati game sepenuhnya. Hal ini berdampak pada desain game yang harus dibuat cepat menarik di menit-menit awal, mirip dengan konten media sosial.
Sebagian developer mengungkapkan frustrasi mereka di forum industri, mengatakan bahwa mereka merasa karyanya diperlakukan seperti “konten cepat saji” alih-alih pengalaman penuh makna.
Apakah Ini Merusak Inovasi?
Pertanyaan penting lainnya: apakah Game Pass mendorong atau justru menghambat inovasi dalam game? Di satu sisi, Microsoft menyatakan bahwa mereka memberikan dana awal kepada developer untuk mengeksplorasi ide baru tanpa khawatir gagal secara finansial. Tapi kenyataannya, banyak game dalam katalog Game Pass justru mengikuti formula aman.
Game seperti Halo Infinite, Redfall, dan Grounded—yang merupakan bagian dari ekosistem Microsoft—sering kali mengandalkan model permainan yang generik dan terlalu fokus pada jumlah jam bermain, bukan kedalaman.
Ini mengindikasikan bahwa tekanan untuk menghasilkan game yang cocok untuk “disantap cepat” dalam layanan berlangganan bisa menghambat eksperimen dan kompleksitas naratif.
Ancaman terhadap Platform Lain dan Pasar Global
Dampak lain yang tak bisa diabaikan adalah tekanan terhadap platform pesaing seperti PlayStation dan Nintendo, serta toko digital independen seperti Steam atau GOG. Dengan Game Pass yang begitu murah, ekspektasi harga gamer bisa berubah drastis.
1. Harga Game Dipaksa Turun
Penerbit game lain mungkin merasa terpaksa menurunkan harga agar tetap kompetitif di luar Game Pass. Ini menekan margin keuntungan mereka, terutama untuk game yang tidak masuk dalam layanan Microsoft.
2. Standar Baru yang Tidak Adil
Dengan dukungan finansial besar dari Microsoft, Game Pass menetapkan standar baru yang sulit diikuti pesaingnya. Ini menciptakan lapangan bermain yang tidak seimbang, dan bisa membunuh toko game digital independen di masa depan.
Resistensi dan Alternatif: Tidak Semua Ingin Menyerah
Meski Game Pass terus tumbuh, tidak semua publisher menyambutnya dengan tangan terbuka. Beberapa studio besar secara terang-terangan menolak untuk merilis game mereka di layanan berlangganan.
Contohnya, Take-Two Interactive (penerbit GTA dan Red Dead Redemption) menyatakan bahwa model langganan bukan jalur utama bisnis mereka karena dapat menurunkan nilai produk.
Sony sendiri, melalui PlayStation Plus, tidak langsung menyalin model Game Pass secara penuh, dan memilih tetap menjual game eksklusif mereka secara premium sebelum memasukkannya ke layanan langganan.
Kehadiran platform seperti Steam juga menunjukkan bahwa penjualan langsung masih punya tempat, terutama di kalangan gamer hardcore yang ingin memiliki game secara penuh dan mendukung developer secara langsung.
Kesimpulan: Game Pass, Antara Berkah dan Bencana Industri
Microsoft Game Pass adalah inovasi besar yang tak terbantahkan. Ia mengubah cara orang bermain, mengakses, dan mengeksplorasi video game. Bagi konsumen, ini adalah solusi murah dengan nilai luar biasa. Tapi bagi industri, terutama pengembang dan publisher kecil, Game Pass bisa menjadi pedang bermata dua.
Jika digunakan dengan bijak dan disertai regulasi pasar yang adil, Game Pass bisa mendorong inovasi, mendemokratisasi akses game, dan memperluas pasar.
Namun jika dibiarkan mendominasi tanpa kompetisi sehat, layanan ini berpotensi menghancurkan struktur ekonomi industri game tradisional, menurunkan nilai seni video game, serta menciptakan ketergantungan yang berbahaya terhadap satu entitas korporat.
Pertanyaannya kini bukan hanya “apakah Game Pass bagus?”, tapi apakah industri game siap menghadapi konsekuensi dari kenyamanan yang ditawarkannya?